Jakarta, – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan telah menerima ratusan laporan penerimaan gratifikasi yang berkaitan dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah atau Lebaran 2025. Hingga tanggal 7 Mei 2025, tercatat sebanyak 802 laporan gratifikasi masuk ke meja KPK, dengan total nilai taksiran objek gratifikasi mencapai Rp 506 juta. Data ini menunjukkan masih adanya praktik pemberian hadiah atau fasilitas kepada penyelenggara negara yang berpotensi terkait dengan jabatan atau kewenangan mereka.

Anggota Tim Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan rincian data pelaporan tersebut pada Kamis, 8 Mei 2025. Menurutnya, 802 laporan tersebut berasal dari 631 orang pelapor yang tersebar di 135 instansi pemerintah maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

“Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan telah mendapat 802 laporan gratifikasi terkait hari raya Idul Fitri,” ujar Budi Prasetyo. Ia menambahkan bahwa jumlah objek gratifikasi yang dilaporkan dari ratusan laporan tersebut mencapai 954 item. “Dengan total nilai taksirannya sebesar Rp 506 juta,” ucapnya.

Gratifikasi dan Upaya Pencegahan Korupsi

Dalam konteks hukum Indonesia, gratifikasi diartikan sebagai pemberian dalam arti luas, yang meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi yang diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap sebagai suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, kecuali jika dilaporkan kepada KPK.   

Pelaporan gratifikasi merupakan salah satu instrumen penting dalam upaya pencegahan korupsi. Dengan melaporkan penerimaan, penyelenggara negara menunjukkan integritasnya dan memungkinkan KPK untuk melakukan analisis serta menentukan status gratifikasi tersebut. Jika gratifikasi terbukti tidak terkait dengan jabatan atau tidak memiliki potensi konflik kepentingan, barang tersebut dapat menjadi milik penerima. Namun, jika dinilai berhubungan dengan jabatan dan berisiko menimbulkan konflik kepentingan, gratifikasi tersebut akan ditetapkan menjadi milik negara dan harus diserahkan.

Momen hari raya seperti Idul Fitri seringkali menjadi waktu di mana praktik pemberian hadiah atau bingkisan kepada pejabat atau pegawai negeri meningkat. Meskipun sebagian mungkin didasari oleh niat tulus silaturahmi, KPK secara konsisten mengingatkan bahwa pemberian kepada penyelenggara negara tetap berisiko dianggap gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan.

Imbauan KPK: Tolak atau Laporkan!

Menyikapi data laporan gratifikasi Lebaran 2025 ini, KPK kembali mengimbau kepada seluruh pegawai negeri dan penyelenggara negara untuk senantiasa menolak segala bentuk pemberian gratifikasi yang dapat mempengaruhi independensi atau integritas mereka dalam menjalankan tugas.

“KPK mengimbau kepada para pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk menolak segala pemberian gratifikasi,” tegas Budi Prasetyo.

Namun, KPK juga memahami bahwa dalam kondisi tertentu, penolakan mungkin sulit dilakukan. Untuk situasi seperti ini, KPK memberikan solusi agar integritas tetap terjaga.

“Apabila dalam kesempatan tersebut penyelenggara negara tidak bisa menolak, maka diimbau untuk melaporkan kepada KPK atau kepada pengelola gratifikasi pada masing-masing instansi,” sebut Budi. Pelaporan dapat dilakukan melalui Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) di instansi masing-masing atau langsung ke Direktorat Gratifikasi dan Pelayanan Publik KPK.   

Jumlah laporan yang diterima tahun ini menunjukkan adanya peningkatan kesadaran di kalangan penyelenggara negara untuk melaporkan gratifikasi dibandingkan dengan data sementara yang dirilis KPK pada pertengahan masa libur Lebaran lalu. Pada 11 April 2025, KPK mencatat baru menerima 561 laporan senilai Rp 341 juta. Angka akhir yang mencapai 802 laporan senilai Rp 506 juta menunjukkan bahwa pelaporan terus masuk hingga batas waktu yang ditentukan.

KPK mengapresiasi para penyelenggara negara yang telah proaktif melaporkan penerimaan gratifikasi sebagai wujud komitmen terhadap nilai-nilai integritas dan upaya pemberantasan korupsi. Lembaga antirasuah ini akan terus melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai bahaya gratifikasi serta pentingnya membangun budaya anti-korupsi di seluruh lapisan birokrasi dan masyarakat.